Tekaje 123

Artikel belajar,Trik,dan Ilmu Pengetahuan.

Sedarah Tak Seiman


Sedarah Tak Seiman

Christyanti

            Pagi dunia, trimakasih Tuhan, keEsaan Mu kembali kurasakan pagi ini dalam  minggu cerah, Kau menjamah ku dalam siraman rohani pagi. “Dalam nama Tuhan Yesus aku bertahan, dalam kasih Mu aku berlindung.  Terimakasih Tuhan, sepenuhnya, dari mulai aku buka mata, hingga detik ini “ doa ku di pagi cerah ini.
            “Christyanti…” suara ayah memanggilku dari lantai bawah, segera ku pakai kalung salib kesayangan ku hadiah ulang tahunku ke 17 dan bergegas untuk datang. Sarapan adalah hal terpenting sebelum ke gereja. Dengan segala perassaan behagia,  saya dan ayah pergi menaiki mobil kesayangan ayah.
            Sampai juga di gereja Isa Almasih, tempat berdoa, menangis, memohon, tempat di mana aku bisa bertemu dengan Tuhan dalam hati ku. Turunlah ayah dan aku dari mobil, terlihat seorang ibu menuntun anaknya yang usianya sekitar lima tahunan menghampiri kami “Pagi Pak Daniel” sapanya. Seketika aku terbanyang oleh sosok seorang ibu, sosok penuh kasih sayang, sosok indah penuh cinta, kata pendeta ku di gereja dan kata teman-teman ku, tak pernah aku merasakan seperti apa di kasihi oleh seorang ibu. Ayah memegang tangan ku dan menarikku ke dalam gereja,  menyadarkan diri dari lamunan ku.
            Hari terbaik untuk berdoa, segala doa, segala puji-pujian semua untukMu Sang Kristus. Cukup untuk pagi ini, semua jemaat segera meninggalkan ruangan penuh suka cita ini dan kembali bergelut dengan urusan duniawi masing-masing pribadi, termasuk juga aku, hari ini aku berjanji kepada sahabat karibku untuk datang kerumahnya, karna dia juga berjanji untuk mengajariku membuat kue.
            Aisyfa aku OTW ke rumah mu, pesan singkat yang aku kirim ke BBM nya. Aku meluncur dengan matic kesayangan ku, sekitar jam 1 aku sampai di rumahnya, kulihat ibu Aisya yang sedang berada di toko kue di samping rumahnya, aku menghampirinya dan bersalaman  “Siang buk, syfa nya ada?” dengan segera bu Aisya menjawab “Asyfanya baru sholat dhuhur nak Christ, tunggu saja nak di ruang tamu” dengan perassan senang saya mengiyakan perintah bu Aisya.
            Aku duduk termenung di ruang tamu, aku melihat Asyfa sedang bersujud, kebetulan pintu kamarnya terbuka. Tangannya menengadah untuk doa, aku memperhatikan sahabatku dengan baik bahkan tak berkedip, sering kali tubuhku mengigil karenanya. Setelah selesai dengan doanya Asyfa segera melepaskan kain putih nya dan meletakkan tasbih putih di lehernya kembali, memakai jilbab dan bergegas menghampiriku.
            Tanpa basa-basi aku dan syfa segera menuju dapur, terlihat Ibu Aisya yang sedang sibuk mengeluarkan roti dari loyangnya, aku mendekat dan Bu Aisya menanyakan hal yang membuat aku ingin belajar membuat kue. Semua ini karena ayah saya, 2 minggu lagi ayah ku akan berulang tahun yang ke 45, aku akan membuatkan nya kue paling enak di dunia, karena kasing sayangnya selama ini kepada saya, dia merawat saya dalam kasih, dia adalah ayah dan ibu bagi ku, akan ku buktikan kepadanya bahwa saya adalah putri terbaiknya. Dan aku berharap di ulang tahun ayah yang ke 45 ini, aku dapat bertemu siapa sebenarnya ibu ku, tak sadar tetesan cairan bening keluar dari ke dua mata ku. Seperti ibu mengusap air mata anaknya Bu Aisya mengusap air mataku dengan lembut.  Aku jadi tak enak dengan Bu Aisya, aku merasakan .
            Ah sudahlah mungkin hanya dalam khayal ku untuk memilki ibu selembut bu Aisya. Segera setelah Bu Aisya meninggalkan kami, Asyfa menunjukkan kepada ku bahan – bahan untuk membuat kue. Asyifa mulai menimbang bahan-bahan yang akan di buat, dengan sengaja, aku bermain main dengan tepung hal ini mengundang kejengkelan Asyfa karena aku mengoleskan tepung di pipi merahnya. Terlihat Asyfa mulai menuangkan adoan ke dalam Loyang dan memasukkannya ke dalam oven, beberapa menit kemudian roti sudah siap untuk di angkat. Roti matang sempuna.
            Aisya menyuruh ku untuk mempraktikkan cara pembuatah roti yang telah di perlihatkannya. Dengan semangat aku mencobanya “Astaga Ya Tuhan” keluhku, ternyata susah juga ya membuat kue, ku urungkan niatku untuk meminta tolong Asyifa karena dia sedang sholat ashar berjamaah di masjid sebelah rumah Asyfa. Akhirnya oven pun berbunyi tanda kue sudah siap di angkat, tapi hasilnya tak memuaskan, kue bantet ala Christyn, rasanya ingin menangis, Syfa dan Ibu Aisya telah datang dan menasehatiku, untuk bersabar dan tetap harus bersemangat belajar membuat kue.
1 Minggu sebelum ulang tahun Ayah
            “Tuhan, bangkitkan aku dengan cara terbaik Mu. Tuhan, kasihi aku dengan ketulusan Mu, Amin.” Selalu ku luangkan waktu di pagi hari minggu untuk berdoa. Setelah pulang dari gereja, aku segera datang ke rumah Asyfa, bantetnya kue minggu lalu tak menyurutkan semangatku untuk belajar membuat kue. Hari ini aku membuat kue dan akhirnya berhasil. Kue sempurna buatan ku.
1 Hari sebelum ulang tahun Ayah
            Esok hari adalah hari baik bagi ayah ku, sengaja aku mempersiap kan rencana matang-matang di rumah Aisya, termasuk aku membuat kue untuknya.
Hari ulang tahun Ayah
            Hari yang aku dan ayah tunggu-tunggu telah tiba, malam aku menyipakan pesta kecil untuk ayah. Lilin yang sudah siap menyapa kedatangan ayah, masakan spesial dari Ibu Aisya, kue bertuliskan God Bless You Ayah, juga sudah berjaga di atas meja. Jam 7.30 malam Bu Aisya dan Asyfa sudah datang, sengaja aku hanya mengundang mereka untuk ku perkenal kepada ayah siapa sahabat ku selama ini. Entah mengapa ada yang berbeda dengannya   tasbih yang biasa dikalungkan di leher ia letakkan  di lengan kirinya. Dan tak lupa salib yang selalu menggantung di leherku, ku perlihatkan.
            Ayah datang dari pintu depan dengan wajah manisnya, aku berlari dan memeluknya. Segera ku perkenal kan ayah kepada Asyfa dan Ibunya, namun yang terjadi terdapat wajah bingung di antara Ayah dan Bu Aisya.
            Ternyata Ibu Aisya adalah masa lalu Ayah, mungkinkah Bu Aisya adalah ibu ku?
20 tahun yang lalu
            Ketika cinta datang akan ada perbedaan yang satukan layaknya kasta dan umur, akan tetapi Tuhan akan memisahkan siapa saja yang menyatukan dua iman, dua insan yang berbeda agama tak akan pernah terikat dalam 1 cinta yang suci.
            Waktu itu Ayah dan ibu Aisya menjalin hubungan, hubungan yang indah dalam cinta, siapa yang salah apakah Ayah ataukah Ibu Aisya? Mereka berbeda tapi mereka menentang Iman mereka.
            Mereka menikah tanpa restu orang tua mereka, mereka hampir mengorbankan iman, masing-masing dari mereka. Satu tahun setelah mereka menikah datanglah karunia Tuhan melalui lahirnya anak kembar perempuan. Mengetahui ini masing-masing keluarga mereka berusaha memisahkan mereka. Usaha keras ini berhasil, mereka berpisah dengan perjanjian hak asuh si kembar di bagi, bahkan mereka belum sempat di beri nama.
            Hingga hari ini semuanya  terungkap, anak bayi kembar itu adalah aku Christyani di asuh oleh ayah tanpa ibu, dan Asyfa adalah kembaran ku selama ini. Kini bukan hanya Ayah dan Ibu Aisya yang tidak seiman, bahkan dengan kembaranku sendiri lahir dari rahim yang sama, darah yang sama, aku tidak seiman dengannya, aku seorang pengikut Yesus dan dia seorang muslim
            Malam yang indah berubah menjadi malam dengan penuh tangisan, mendengar semua ini, sungguh aku tak kuasa, Ya Tuhan cobaan seperti ini haruskan terjadi padaku, ku pegang salib di leher ku, sungguh Ya Tuhan aku sudah tak kuasa, Asyfapun sama, di lepas tasbihnya namun benang nya terputus dan seketika biji-biji tasbihpun berserakan di lantai.
            Ayah dan Ibu Aisya hanya menangis dan merasa berdosa telah memisahan 2 insan kembar harus pisah karena mereka.
            Untuk mengakhiri hal ini Ibu Aisya dan Syfa meninggalkan rumah kami. Aku masih tak percaya akan hal ini. Ku kurung raga ini di dalam kamar. Hingga pagi menjelang.
2 bulan kemudian
            Sejak saat malam itu, aku tidak pernah bertemu dengan saudara kembar dan ibu kandung ku. Selama dua bulan terakhir ini, aku hidup dalam kegelisahan, setiap kali di pagi hari, aku mendengarkan radio, entah mengapa aku selalu menggigil setiap kali aku mendengarkan lantunan ayat Al-Qur’an yang keluar dari radio tersebut. Hingga hari minggu ini aku tidak datang di gereja, melainkan datang di masjid di dekat rumah Asyfa tanpa dia mengetahuinya, aku bertemu dengan Ustad ustadzah. Aku mencurahkan semua yang terjadi kepada mereka, “Indah kah Islam itu?” tanyaku dengan tak sengaja. “Islam itu indah, dan keindahannya bisa di rasakan oleh setiap orang yang memeluknya.” Jawabnya si ustad. Seketika aku meneteskan air mata dan ku buka kerudung yang menyembunyikan status ku sejak tadi. Mereka melihat kalung salib yang melingkar di leherku “Bolehkah aku datang kepadaNya? tanyaku tersendat-sendat, ustadzah segera memeluk ku, dan menengkan ku “Pulanglah katakan, curahkan dengan ayah mu nak.”
Bukan perkara mudah untukku melakukan hal ini, namun setiap lantunan itu ku dengar, seperti ada yang mengajakku menuju kebaikan. “Ayah, maafkan Christyn sebelumnya, tapi keputusan ini adalah yang terbaik bagiku, selama ini aku hidup dalam Iman dari mu, hingga akhirnya aku bertemu dengan Ibu kandungku sedangkan iman kita berbeda, mungkin saat ini aku harus meningglkan semuanya tentang ini dan memulai kehidupan baru dalam iman yang baru, Allah telah memanggilku untuk datang kepadanya” sungguh terkejutnya ayah mendengarkan perkataan ku, hingga menjatuhkan gelas tak berdosa, menjadikannya seperti puing-puing kaca yang tak berguna, awalnya ayah tidak setuju dengan keputusan ku bahkan menentangnya
Kejadian siang itu, sudah mencabik-cabik hatiku, ku putuskan untuk mengurung diri di kamar. Tok tok tok, suara ayah mengetuk pintu kamarku, segera ku bukakan untuknya, ayah datang, memelukku, dan menangis. “Hidup adalah pilihan datang lah kepada ibumu dan tinggal lah bersama nya dan Asyfa, katakan lah padanaya kau adalah seorang muslim sepertinya” mendengar perkantaa ayah aku sungguh bersyukur. Pagi itu juga di masjid dekat rumah Asyfa, aku mengucapkan dua kalimat syahadat, di bimbing oleh Ustad Alim dan Ustadzah Anisa, di depan Ibuku dan saudara kembarku. Alhamdulillah.
Sekitar satu bulan aku tinggal bersama Ibu ku. Hingga suatu pagi Ayah datang di rumah. “Assalamualaikum” “Waalaikum salam, Ayah…” penampilan ayah tampak berbeda dengan baju koko yang di kenakannya. Kami sekeluarga makan bersama, dan ayah menceritakan semuanya bahwa dia sudah memeluk islam, dan akhirnya Ibu dan Ayah mengesahkan pernikahannya dalam satu iman, yaitu Islam. Kami hidup bersama dalam satu atap dan imanyang sama, Alhamdulillah.


0 Komentar untuk "Sedarah Tak Seiman"

 
Copyright © 2014 - All Rights Reserved
Template By. Catatan Info