Meraih Cita-cita
Umi Sholikatun
Santi,
seorang remaja berusia 18 tahun berasal dari keluarga sederhana berusaha untuk
mewujudkan cita-citanya agar orangtuanya bangga dengannya. Santi adalah remaja
yang rajin, sopan, dan baik hati. Santi merupakan anak sulung dari 3
bersaudara. Santi lulus SMA dengan nilai yang lumayan bagus, ia ingin sekali melanjutkan
sekolah keperguruan tinggi setelah lulus dari SMA, tetapi kedua orang tuanya belum
mampu membiayai. Ayahnya hanya bekerja sebagai perantau sedangkan ibunya hanya membuka
warung kecil-kecilan.
Dikamarnya, Santi menangis sedih dalam
kesendirian, ia menginginkan agar kondisi ekonomi keluarganya meningkat dan membantu
kedua orang tuanya mencari uang, tetapi disisi lain ia ingin melanjutkan sekolah
seperti teman-temannya yang lain. Tetapi ia lebih mementingkan kepentingan keluarganya
daripada kepentingan dirinya sendiri. Ia juga ingin membantu orang tuanya dalam
mengurus adik-adiknya sekolah. Saat Santi menangis tersedu-sedu, tiba-tiba
ibunya datang kekamarnya.
“ Santi, apa kamu sudah tidur nak? ”
Tanya ibu Santi.
“ Belum bu.. “ (Santipun mengusap
air matanya) jawab Santi.
“ Kenapa dengan matamu nak?
Sepertinya kamu sedang menangis. “ (ibu manatap Santi).
“ Santi.. Santi..Santi tidak apa-apa
bu..“ (Sambil memeluk ibunya) .
“ Ibu tahu apa yang sedang kamu pikirkan
nak, sabar ya.. ibu akan berusaha mencari uang lebih banyak lagi supaya kamu bisa
meneruskan sekolah lagi, seperti yang kamucita-citakan “. Kata ibunya.
“ Tidak bu, Santi tidak ingin menyusahkan
ibu dan bapak , Santi akan mengurung semua cita-cita Santi dan akan membantu ibu
dan bapak mencari uang “. Katanya.
“ Jangan nak, cita-citamu itu benar,
kamu pasti bisa meraih cita-citamu, ibu dan bapak selalu mendoakan yang terbaik
untukmu dan juga adik-adikmu, kamu jangan mengurungkan niat baikmu nak. Ibu dan
bapak akan berusaha lebih keras lagi “. Yakin ibunya.
“ Terima Kasih untuk semuanya bu..
“. (Kembali memeluk ibunya ) Kata Santi.
Hari
demi hari kesedihan Santi semakin berkurang, ia selalu membantu ibunya berjualan
diwarung, kadang ia harus berkeliling kampung untuk berjualan gorengan. Kadang,
ia harus bertemu dengan temannya saat disekolah dulu. Dalam hati, ia merasa iri
dengan temannya karena bisa meneruskan keperguruan tinggi. Tetapi, ia selalu meyakinkan
dirinya sendiri agar tetap sabar dan tidak iri terhadap orang lain.
Keesokanharinya, ia meminta izin ibunya untuk mencari pekerjaan. Santi sudah
melamar pekerjaan di beberapa perusahaan, tetapi tidak ada yang mau menerimanya
dengan alasan karena ia hanya lulusan SMA. Ia merasa sangat sedih sekali,
tetapi ia tidakakan menyerah karena bulat tekadnya untuk bisa melanjutkan
sekolah keperguruan tinggi dan juga membantu kedua orang tua beserta
adik-adiknya. Ia melihat seorang penjualkoran dipinggiran jalan, lalu ia
menghampirinya.
“ Selamat siang pak “. Salam Santi
“ Mau beli koran apa neng ? “. Tanya
si penjual koran.
“ Tidak pak, saya Santi, saya mau
tanya apa saya bisa bekerja untuk bapak dengan menjualkan koran ? “. Tanyanya.
“ Maaf neng, saya hanya penjual
koran kecil tapi kalau eneng mau kerja jualan koran, mendingan neng datang ke
alamat ini “. (Sambil menunjukkan
alamat) jelas si penjual koran.
“ Terima Kasih banyak pak, kalau
begitu saya permisi dulu “. Pamit Santi.
Setelah itu, Santi langsung menuju
alamat itu dengan mengendarai motor ayahnya yang tua itu. Setelah sampai ke
alamat tersebut, ia menawarkan diri untuk menjadi penjual koran. Ternyata, dia
diterima bekerja dan ia bisa langsung kerja keesokan harinya. Santi sangat
gembira dan tidak sabar untuk mengatakan hal tersebut kepada ibunya.
Keesokan
harinya, ia bekerja menjadi penjual koran keliling, ia bekerja dengan hati yang
gembira. Setelah berjualan koran ia membantu ibunya berjualan diwarung dan sore
harinya berjualan gorengan. Walaupun sekarang ia mempunyai pekerjaan yang sudah
cukup lumayan tetapi ia masih ingin mempunyai pekerjaan yang lebih baik.
Setelah selesai berjualan koran santi melamar pekerjaan ke beberapa perusahan
lagi. Setelah itu ia harus berjualan gorengan lagi untuk membantu ibunya.
“Ya
Allah, rasanya capek sekali, tapi aku harus melakukan semua ini. Aku harus
berusaha lebih giat lagi untuk membahagiakan keluargaku “. Gumamnya dalam hati.
Malam
hari, Santi belajar dengan membaca buku. Walaupun sudah tidak bersekolah, ia
selalu membaca buku dan juga belajar untuk menambah ilmunya. Tiba-tiba telepon
berdering.
“
Hallo, Assalamualaikum.. “. Salam Santi.
“
Wa’alaikumsalam.. kami dari perusahaan Maju Jaya, apa benar ini dengan Santi ?.
Tanya wakil perusahaan tersebut.
“
Ya, ini dengan Santi, saya sendiri “. Jawabnya.
“
Besok Anda diundang untuk datang ke perusahaan Maju Jaya untuk melakukan
interview ”.
“
Ya..ya.. saya pasti datang “. Jawabnya.
“
Terima kasih “.
Santi
sangat senang sekali mendengar kabar tersebut, lalu ia langsung menghampiri
ibunya untuk member tahu kabar baik tersebut.
Pagi-pagi sekali ia sudah
bersiap-siap untuk melakukan interview. Ia berpamitan kepada ibunya, setelah
berpamitan ia berangkat dengan hati yang gembira tetapi juga takut karena gugup.
Interview sudah dimulai, ia menunggu panggilan untuk interview. Setelah selesai
interview, ia langsung pulang untuk berjualan gorengan seperti kegiatan yang
dilakukannya sehari-hari. Ia selalu bimbang dan gelisah memikirkan hasil dari
interview.
Beberapa hari kemudian, ia mendapat
telepon dri perusahaan Maju Jaya. Ternyata ia diterima bekerja diperusahaan
tersebut. Ia merasa sangat bahagia, lalu ia segera mengatakan hal tersebut
kepada ibunya, dan ia menelpon ayahnya untuk memberitahukan kabar baik tersebut
kepada ayahnya yang sedang merantau.
Hari, minggu, bulan... ia bekerja
diperusahaan dengan sangat baik, ia mendapat respon yang baik dari para
senior-seniornya. Pucuk dicinta, ulampun tiba, keinginan yang diinginkan Santi
dari dulu akhirnya bisa tercapai. Karena ia bekerja dengan rajin dan sangat
baik, ia ditawarkan untuk melanjutkan
sekolah di suatu universitas yang akan dibiayai oleh perusahaan. Seketika, ia merasa
kaget dan tidak bisa berkata apa-apa, karena ia merasa senang dan tidak percaya
dengan hal itu. Ia hanya bisa mengangguk sebagai tanda menerima tawaran
tersebut. Ia mengucapkan ucapan terima kasih kepada perusahaan, karena telah
mempercayainya. Setelah pulang, ia langsung menemui ibunya untuk memberi tahu
tawaran kuliah tadi. Ibunya juga sangat bahagia dengan kabar baik tersebut,
karena cita-cita anaknya bisa tercapai.
Dimalam hari, ibunya masih menjaga
warung, Santi menemani adiknya belajar sambil membaca buku. Tetapi tiba-tiba
ada suara salam, ternyata itu adalah suara ayahnya yang baru pulang dari
Jakarta. Santi dan adik-adiknya merasa senang, karena ayah yang sudah lama
dirindukan mereka akhirnya pulang. Tidak lama kemudian, ibunya pulang dari
warung yang berada didekat rumahnya. Keluarga yang sederhana itu akhirnya sudah
lengkap sekarang.
Santi melanjutkan kuliah disuatu
universitas, ia memilih jadwal kuliah pada malam hari agar pada pagi harinya ia
bisa bekerja. Beberapa tahun telah dilaluinya, sekarang ia sudah lulus kuliah
dengan nilai yang memuaskan. Diperusahaan, ia juga naik jabatan sebagai
manager. Kini, kesuksesan telah diraihnya, ia merasa sangat bahagia karena
mendapat nikmat dari sang Khalik atas kerja kerasnya. Tetapi, ia tidak lupa
bersyukur kepada sang Khalik.
Beberapa
tahun kemudian, ia diangkat sebagai wakil direktur. Ia bekerja dengan sangat
baik, sehingga membantu perusahaannya menjadi lebih maju. Sekarang, ia membantu
mengurus keuangan keluarganya. Sekarang keluarganya menjadi keluarga yang
berkecukupan dan juga bahagia. Tetapi, mereka tidak lupa dengan asal-usulnya,
selalu membantu orang yang sedang membutuhkan, dan juga tidak lupa untuk selalu
menjalankan perintah dan larangan dari sang Khalik. Kini, Santi dan keluarganya
sudah hidup bahagia, atas kerja keras dan buah dari kesabaran mereka. Akhirnya, keluarga mereka hidup bahagia..
0 Komentar untuk " Meraih Cita-cita"